Langsung ke konten utama

Mampukah Peserta BPJS Kelas 1 bertahan? - Nina Andriyani

Mampukah Peserta BPJS Kelas 1 bertahan?

Saya ikut BPJS kelas 1.

Saya ikut BPJS untuk apa? Bukan semata-mata untuk berjaga-jaga saja, tapi ya dalam rangka berusaha menjadi warga negara yang baik, karena negara telah memerintahkan.

Tapi kalau seperti ini namanya negara telah dzalim kepada masyarakatnya. Karena hanya mengandalkan pada masyarakat yang mereka anggap mampu untuk menanggung subsidi silang. Menanggung tanggungjawab negara untuk kesehatan masyarakatnya.

Ya. Telah SAH per 1 januari 2020 ini BPJS naik 100%.

Menyambut tahun baru 2020, pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif BPJS Kesehatan. Pemerintah resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen mulai 1 Januari 2020.

Pengumuman kenaikan tersebut resmi diberlakukan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kenaikan 100% terjadi pada peserta PBPU dan Bukan Pekerja (BP) BPJS,  yakni kelas I menjadi Rp 160.000 dari sebelumnya Rp 81.000, kelas II menjadi Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 52.000, dan kelas III menjadi Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500.

Kalau seperti ini, apa namanya kalau bukan rakyat yang membiayai tanggungjawab negaranya?. Pemerintah hanya bilang akan tetap memberikan subsidi pada penerima bantuan kesehatan. Apakah seperti itu kah makna dari amanah undang-undang?

Bukankah masyarakat dijamin hak nya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, sesuai di pasal 28 UUD 1945?

Bukankah pada undang-undang dasar 1945 pasal 34 menyatakan bahwa negara bertanggungjawab atas kesehatan masyarakatnya?. Di dalam pasal 34 dijelaskan tentang kewajiban negara, sebagai berikut:
1. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara
2. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
3. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Tolong dong itu yg punya kekuasaan, please, jangan semakin mencekik rakyat. Pikirkan matang-matang bagaimana sistem jaminan sosial yang ideal, yang tidak penuh membebankan semuanya pada masyarakat, tetapi ada andil besar dari negara.

Perlu kita ketahui bersama ya, yang paling kaya di negeri ini hanya 10 orang, mentok 50 orang yang menguasai hampir seluruh kekayaan di negeri ini. Kalau negara mau memaksa, suruh mereka menanggung beban kesehatan seluruh masyarakat indonesia, sekalian itung-itung amal sosial atau sedekah.(maaf, sadis).

Sementara masyarakat yang katanya menengah ke atas, yang jumlahnya mencapai ratusan juta, yang mungkin dianggap kaya oleh negaranya itulah yang menjadi target sasaran untuk membantu jalannya perputaran ekonomi di negeri ini. Yang kekayaannya tidak seberapa, tidak ada sepucuk kukunya orang-orang terkaya di Indonesia. Kekayaan yang mereka peroleh mungkin hanya berebut dari sisa-sisa  kekayaan orang-orang terkaya di negeri ini. Sekali lagi merekalah yang ditarget terus-terusan. Ditarget gimana? ya disuruh bayar pajak, ya bpjs, ya semuanya lah. Karena tidak ada yang gratis di negara yang katanya gemah ripah loh jinawi ini. Meskipun ditarget terus-terusan mungkin mereka akan tetap berkorban karena semuanya itu hanya demi NKRI harga mati.

Terus gimana dong menyikapi kebijakan ini?.
Mau ngitung dulu ah, kira-kira berapa budgetnya :
Sekeluarga ada 4 orang
4x160.000x12 (setahun) = Rp 7.680.000
Itu kalau sekeluarga ada 4, kalau 6, 7?.
Yakin kuat?.

Katanya (BPJS) :
Silahkan turun kelas, bagi yang keberatan dengan kebijakan ini, daripada menunggak😁

Gile lu ndroo.

Selamat berdiskusi🙏

Salam dari saya,
Nina Andriyani
Peserta BPJS kelas 1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sahabat - Dinda Astari Sinurat

Sahabat “Na, di ATM mu ada uang berapa?” tanyaku pada Aina, saat kami mengantri mengambil wudhu didepan tempat wudhu di mushola kampus. “1,9 juta, Dit. Kenapa?” tanyanya sambil menatap tajam mataku. “Aku ada perlu, aku pakai dulu semua boleh? Seminggu lagi aku bayar. Boleh ya Na. Aku minta tolong banget. Please,” Ku pegang erat tangannya, memandang matanya dengan wajah memelas berharap dia luluh. “Oke, aku kasih. Tapi beneran satu minggu yah. Aku perlu uang pegangan untuk beli obat dadakan soalnya.” “Oke,” jawabku bersemangat lalu memeluk tubuhnya. Aina yang ku peluk malah mendorong jidatku agar aku melepaskan pelukannya. Aina adalah sahabat terdekatku. Dia merupakan anak yang taat dan mandiri. Sholat dan ibadah shunnah tidak pernah lepas dari dirinya. Bahkan dia sering membawa Al Qur’an kecil untuk dia baca saat menunggu jam perkuliahan selanjutnya. Aina juga anak yang cerdas, menjadi sahabatnya berhasil menyelamatkanku dari telat wisuda. Sebelum dekat dengannya IPku hanya be

Niat Membantu Atau Menjadikannya Pembantu - Adilla Osin

#kisahnyata #terjadisekitarkita Niat Membantu Atau Menjadikan Pembantu Nama ku nina umur ku 12 tahun, aku tinggal di Cimahi Bandung. Ibu ku sudah meninggal 4 tahun lalu sedangkan ayahku sudah menikah lagi tak lama setelah ibu meninggal. Aku tidak tinggal dengan ayah, karena aku tidak suka dengan ibu sambung ku. Bukan karena dia jahat sepeti ibu tiri di televisi. Hanya karena aku tak nyaman melihatnya berkeliaran di rumah menggunakan semua yang ibu ku punya dan biasa ia pakai. Itu sedikit mengganggu perasaan ku. Sedih saja rasanya. Mungkin benar aku butuh banyak waktu untuk menerima kenyataan hidup ku. Terlebih umurku belum cukup matang untuk mencerna semua keadaan ini. Sejak ibu meninggal, aku tinggal berasama uwak Ismi. Dirumah itu aku tinggal dengan uwak, ninik, dede Ria, dan teteh Mia. Wak Ismi sudah lama bercerai bahkan sepertinya jauh sebelum ibu meninggal. Dirumah ini aku selalu membantu uwak mengurus rumah, dari mulai mencuci piring, nyapu, ngepel, mencuci baju sampai

Menikah Dengan Security - Ummi Aqeela Qairee

#Penjaga_Hati (Menikah dengan Security) Part 1 By Ummi Aqeela Qaireen Inilah takdirku .... Aku mencoba untuk menjalani semuanya dengan ikhlas. Menempatkan prasangka baik di atas pikiran-pikiran burukku tentang kisah yang tak kupahami ini. Menganggap semuanya seakan biasa, meski sesungguhnya sangat tidak biasa, bahkan luar biasa. Bagaimana tidak? Hari ini, aku terpaksa harus menikah dengan laki-laki pilihan mantan suamiku, sebagai syarat agar kami bisa rujuk kembali. Membayangkannya saja rasanya tak pernah, apalagi harus menjalaninya. Namun, apa boleh buat! Talak tiga sudah terlanjur dijatuhkan padaku dan kini Mas Dipo mengajakku rujuk kembali. Langkah ini mau tak mau harus dilalui agar aku bisa menikah kembali dengannya. "Hallo Sayang ... bagaimana acaranya lancar?" tanya Mas Dipo nun jauh di seberang sana. "Alhamdulillah, Mas. Ini baru saja selesai," jawabku cepat. "Syukurlah ... mas masih banyak kerjaan di sini. Kamu baik-baik aja di